Sabtu, 26 Maret 2011

PENENTUAN KADAR NITROGEN TOTAL DENGAN METODE KJEDAHL

Destilasi Kjedahl berfungsi untuk menentukan kadar nitrogen total yang terkandung dalam cuplikan. Material atau bahan yang mengandung senyawa N seperti pupuk (urea, NPK, nitrat, ZA), bahan makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain sebagainya dapat ditentukan kadar nitrogen atau proteinnya. Penentuan kadar nitrogen total ini melalui tiga tahapan proses pengerjaan yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
      Destruksi merupakan suatu proses penghancuran senyawa organik seperti protein (berikatan kovalen) diubah menjadi senyawa anorganik. Material yang digunakan sebagai destruktor adalah asam sulfat pekat ditambah garam Kjedahl (tembaga sulfat : natrium sulfat = 1 : 9) sebgai katalis. Pada tahapan ini terjadi reaksi seperti persamaan (1).
Senyawa N + H2SO4 pekat    Garam Kjedahl    (NH4)2SO4

Destilasi adalah suatu proses pemisahan senyawa berdasarkan titik didih. Pada kasus ini, amonium sulfat ditambah larutan NaOH 30 % bertujuan untuk membebaskan gas amonia (NH3) dan dengan pemanasan atau destilasi akan dibebaskan sebgai destilat. Destilat (gas amonia) yang terbentuk ditampung dalam larutan asam misalnya asam borat (H3BO3) 2% atau asam sulfat encer (H2SO4) yang telah diberi indikator campuran (mixed indikator). Larutan penampung ini berwarna merah muda (pink) dan akan berubah warna menjadi hijau muda karena terjadi reaksi asam borat dengan gas NH3. Reaksi yang terjadi pada tahap ini ditunjukkan seperti persamaan (2) dan (3) berikut ini.

            (NH4)2SO4  +  2 NaOH               2 NH3  +  Na2SO4                                     --(2)
            2 NH3  +  H3BO3 (merah muda)               NH4+  +  HBO3- (hijau muda)  --(3)

Untuk mengetahui jumlah asam borat yang bereaksi dengan gas amonia yang terbentuk, maka larutan ini direaksikan dengan asam klorida dengan menggunakan metode volumetri atau titrasi. Titik ekivalen dicapai pada saat warna larutan berubah kembali menjadi merah muda atau warna sebelum asam borat digunakan sebagai penampung destilat. Reaksi yang terjadi ditunjukkan dengan persamaan (4).

H+  +  HBO3- (hijau muda)                       H3BO3 (merah muda)                    --(4)

Berdasarkan tahapan proses penentuan kadar nitrogen total dalam sampel dapat dijelaskan bahwa :

            Ekivalen asam klorida            Ekivalen kadar nitrogen total

Jumlah persen (%) nitrogen total dalam sampel
                        %N = [(Va-Vo) N x 14 x 100%]/[p]
dengan :
            Va = volume asam klorida yang diperlukan untuk titrasi sampel (ml)
            Vo = volume asam klorida yang diperlukan untuk titrasi blanko (tanpa sampel)
                    (ml)
            N  = konsentrasi asam klorida (N)
14 = berat ekivalen nitrogen
P   = berat sampel dalam mg

Kadar protein dalam sampel khususnya makanan
                         %protein = f x %N
f adalah faktor konversi kandungan N dalam suatu bahan makanan
Harga f beberapa jenis makanan

No.
Jenis bahan makanan
Faktor konversi (f)
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bir, sirup, biji-bijian, ragi, makanan ternak, buah-buahan, the, malt, anggur
Beras
Roti, gandum, makroni, bakmi
Kacang tanah
Kedelai
Kenari
Susu kental manis
6,25

5,95
5,70
5,46
5,75
5,18
6,38

Kromatografi Gas Cair Kualitatif

Kromatografi Gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia menjadi komponen-komponennya terutama senyawa organik yang sering dipisahkan. Dasar dari pemisahan ini adalah perbedaan migrasi (differential migrasi). Terdapat dua istilah dalam khromatografi yaitu fasa diam (stationary phase) dan fasa bergerak (mobile phase). Fasa diam dapat berupa padatan, caira maupunpadatan-cairan, sedangkan fasa bergerak dapat berupa cairan atau gas. Dasar teknik khromatografi adalah adsorbsi (penyerapan hanya pada permukaannya saja), kelarutan dan keatsirian (kemampuan untuk mempercepat penguapan).
Terjadinya pemisahan pada khromatografi disebabkan  adanya perbedaan afinitas terhadap fasa diam dan fasa bergerak yang berada dalam kesetimbangan dinamis. Perbedaan afinitas tersebut disebabkan oleh faktor-faktor sebgai berikut:
Ø  Titik didih dan tekanan uap
Ø  Keelektronegatifan
Ø  Kelarutan
Ø  Sifat kepolaran
Ø  Ikatan-ikatan kimia (hydrogen, van der walls, dll).

Pada khromatografi gas, sebagai fasa gerak digunakan gas yang inert sedangkan sebagai fasa diam digunakan cairan oleh karena itu dinamakan khromatografi gas (GLC/GC). Cairan yang berperan sebagai fasa diam dapat dilapiskan pada permukaan dari zat padat pendukung atau dilapiskan langsung pada dinding bagian dalam dari kolom. Fasa gerak yang berupa gas lebih dikenal sebagai gas pembawa karena berfungsi membawa sample bergerak melewati fasa diam. Oleh karenanya pemisahan campuran didasarkan pada kelarutan (partisi) relative masing-masing komponen dalam cairan fasa diam. Dalam praktekGLC/GC dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu tinggal/ tambat (retention time) atau RT dari substansi yang dianalisis dengan waktu tambat dari suatu zat pembanding (reference).
Volume gas pembawa yang diperlukan untuk mengelusi suatu dari kolom khromatografi gas disebut volume tambat/retensi. Pada kondisi tekanan tetap, maka laju alir berbanding lurus dengan waktu. Lamanya waktu yang diperlukan oleh suatu komponen mulai pada saat pemyuntikan hingga keluar kolom khromatograf dinamakan waktu tinggal/ tambat/ retensi. Volume atau waktu tinggal ini diukur pada waktu puncak khromatogram, parameter ini merupakan ciri dari suatu komponen dan fasa diam cair dan digunakan untuk mengidentifikasi sample. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil analisis kualitatif yakni :
-          Pemilihan jenis fasa diam cair
-          Pengaturan suhu kolom
-          Kecepatan fasa gerak atau gas pembawa
-          Kebolehulangan (repeatability) dari penyuntikkan baik larutan maupun sample

Kromatografi Gas-Cair (Gas - Liquid Chromatoghraphy)

Dasar Teknik Pemisahan Kromatografi
Metoda kromatografi digunakan secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Dasar kerja dari pemisahan secara kromatografi adalah perbedaan migrasi dari komponen-komponen pembentuk sampel (senyawa). Hampir semua campuran kimia, dari yang memiliki berat molekul rendah sampai tinggi dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan metode kromatografi. Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu campuran zat kimia yang berdasarkan  pada perbedaan migrasi dari masing–masing komponen campuran yang terpisah pada fasa diam di bawah pengaruh fasa gerak. Terjadinya pemisahan komponen–komponen dalam cuplikan/sampel disebabkan oleh perbedaan afinitas terhadap kedua fasa pada sistem kesetimbangan yang dinamis. Perbedaan afinitas dipengaruhi oleh titik didih, keelektronegatifan, ikatan kimia dan kepolaran dari komponennya.

Analisis Kuantitatif Cuplikan
            Dalam analisis kuantitatif yang harus diperhatikan adalah luas puncak kromatografi (kromatogram) dari setiap komponen yang dianalisis. Luas setiap puncak yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi atau besar setiap puncak, sehingga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi yang tepat dari setiap komponen cuplikan. Didalam analisis kuantitatif diperlukan larutan standar.

            Larutan standar yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut,
a.       Dapat bercampur dengan cuplikan yang dianalisis
b.      Tidak bereaksi dengan komponen cuplikan
c.       Hanya memberikan satu puncak dan tidak tumpang suh (overlap) dengan puncak-puncak komponen cuplikan
d.      Mempunyai RT yang tidak jauh berbeda dengan RT komponen cuplikan

            Ketelitian analisis kuantitatif  dengan kromatografi gas sangat bergantung pada kelinieran detektor. Pada detektor yang peka terhadap konsentrasi, harus dijaga agar kecepatan alir gas pembawa tetap. Untuk memperoleh hasil yang akurat, maka kemurnian gas pembawa, kecepatan alir gas pembawa, suhu detektor, arus kawat pijar, tahanan dan tekanan di dalam detektor harus selalu tetap.

Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif
a.       % Luas (% Area)
   Konsentrrasi setiap komponen dalam cuplikan berbanding lurus dengan luas kromatogram dari komponen tersebut.
Konsentrasi komponen N,     Qn    =   An    
                                                            Atotal
                      An             = luas kromatogram komponen
                      Atotal          = jumlah luas semua kromatogram  
   Keberatan dari metode ini tidak adanya koreksi untuk kepekaan detektor terhadap setiap komponen cuplikan, akibatnya kesalahan analisis berkisar antara 10 – 15 %.        
b.      Normalitas (NORM)
   Dalam metode ini koreksi terhadap kepekaan detektor sudah diperhitungkan.
                             Qn   =      Fn An    
                                           Ftotal Atotal
                   F = faktor koreksi untuk setiap komponen

c.       Metode Standar Dalam (ISTD, Internal Standar)
   Dalam metode ini, kedalam cuplikan ditambahkan suatu larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya dan membentuk campuran yang homogen. Karena konsentrasi larutan yang ditambahkan diketahui, maka dengan mudah dapat menghitung banyaknya senyawa yang dianalisis.

Sabtu, 19 Maret 2011

Reaksi Redoks


Reaksi Redoks
      Reaksi redoks ditandai dengan perubahan bilangan oksidasi saat pereaksi berubah menjadi hasil reaksi. Pada dasarnya reaksi oksida adalah bila pereaksi melepaskan electron dan reaksi reduksi bila pereaksi menerima electron. Dalam menyetarakan reaksi redoks digunakan hukum kekekalan massa dan muatan.
            Sel Galvani / Volta adalah suatu sel elektrokimia yang terdiri dari dua buah elektroda yang dapat menghasilkan energi listrik akibat terjadinya reaksi secara spontan.

Apabila suatu elektroda dihubungkan dengan pengukur arus listrik maka electron akan mengalir dari Zn ke Cu. Electron ini berasal dari reaksi oksidasi yang spontan terjadi pada elektroda Zn. Elektroda yang mengalami reaksi oksida disebut anoda.
      Reaksi oksida pada Zn adalah sebagai berikut :
                  Zn                    Zn2+     +          2e-
      Electron yang tiba di elektroda Cu/Cu2+ akan bereaksi dengan ion Cu2+ (mengalami reaksi reduksi, disebut katoda) dan mengendap sebagai atom Cu pada elektroda Cu dengan reaksi sebagai berikut :
                  Cu2+     +          2e-                    Cu

Potensial Redoks dan Reaksi Redoks Sederhana
      Aplikasi dari penggunaan reaksi redoks adalah dapat memprediksi suatu reaksi itu berlangsung atau tidak di dalam sistem logam dan larutan logam lainnya. Sebagai contoh adalah logam perak apakah larut didalam larutan tembagasulfat. Dimana Half Cell Potential (HCP) dari perak (Ag-Ag+) adalah -0,8V dan untuk tembaga (Cu-Cu2+) adalah -0,34V. Dimana nilai HCP dari perak lebih negatif dibandingkan dengan tembaga (Cu) maka Eonya masih negatif seperti pada persamaan dibawah :

      2Ag(s)               2Ag+    +          e-                      Eo1=-0,80V
      Cu(s)                 Cu2+     +          2e-                    Eo2=-0,34V
                                                                              Eo  =Eo1 – Eo2
                                                                              Eo  = -0,80 – (-0,34) = -0,46 V
Dari hasil ini terlihat bahwa Ag memiliki tendensi kurang terhadap kehilangan elektron maka sudah dapat diprediksi bahwa reaksi tidak akan dengan mudah berlangsung secara spontan (lambat/susah). Kesimpulannya Ag tidak mudah teroksidasi di dalam larutan tembagasulfat.

Elektrolisa
      Elektrolisa adalah peristiwa perubahan energi listrik menjadi energi kimia. Seperti halnya sel elektrolisa terdiri dari dua buah elektroda dan larutan elektrolit. Pada sel elektrolisa ini reaksi yang terjadi adalah tidak spontan. Sel elektrolisa digunakan untuk pemurnian logam. Pembentukan logam dari larutan dan menjadi dasar pelapisan.
      M. Faraday menunjukan bahwa jumlah zat yang bereaksi pada elektroda-elektroda sel elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah arus yang melalui sel tersebut. Selain itu jika arus tertentu mengalir melalui sel elektrolisis maka akan dihasilkan jumlah ekivalen masing-masing zat.
M=
 
                                                                  Q . A
                                                                  n . F
                  M = massa zat yang terbentuk
                  Q = jumlah listrik dalam Coulomb
                  A = massa atom
                  n = perubahan elektron
                  F = Tetapan Faraday

Korosi dan Passivasi
      Sel Galvani, baik sel komposisi (adanya dua logam yang memiliki potensial elektroda berbeda) maupun sel konsentrasi (logam sejenis) dapat menyebabkan terjadinya korosi pada logam. Pada sel komposisi logam yang anodik akan terkorosi terlebih dahulu sedangkan sel konsentrasi bisa terjadi karena adanya oksigen dan air yang tidak sama konsentrasinya pada pemukaan logam.
      Untuk mencegah terjadinya korosi ini dapat dilakukan dengan cara elektroplating dan dengan membentuk lapisan oksida logam yang koheren secara efektif memblok reaksi oksidasi selanjutnya (passivasi) pada logam yang akan dilindungi. Salah satu contoh pembentukan lapisan oksida adalah lapisan oksida alumunium. Alumunium memiliki  lapisan oksida stabil setebal sekitar 2nm bila ditempatkan pada udara terbuka dalam temperatur ruang. Oksida pada tempratur tinggi (350-450oC) menghasilkan lapisan Al2O3 setebal 40nm. Bila anodasi ini dilakukan dalam larutan sel elektrolit seperti asam sulfat encer tebal lapisan oksida bisa mencapai kurang lebih 104nm. Reaksi yang terjadi dalam larutan asam sulfat encer adalah
      Anoda :           2Al      +          3H2O               Al2O3   +          6H+      +          6e-
      Katoda            :           6e-        +          6H+                  3H2
Bila pembentukan lapisan oksida yang koheren ini dicegah, misalnya dengan aliasi logam merkuri pada permukaannya, maka alumunium akan bereaksi cepat dengan oksigen.

Analisa Anion-Kation


Analisis kualitatif adalah analisis kimia yang menjawab pertanyaan apa yang terkandung   dalam   suatu   cuplikan.   Analisis   ini   sangat   bermanfaat   dan merupakan langkah awal sebelum melakukan analisis kuantitatif.
Untuk  analisis  kualitatif  perlu  dilakukan  penggolongan  agar  memudahkan dalam    mengidentifikasi    ion-ion    dalam    cuplikan.    Proses    identifikasi berdasarkan pada 3 jenis reaksi utama yaitu:
1.   Pembentukan endapan berwarna, hal ini  terjadi  bila  ion  dalam  larutan bereaksi dengan suatu pereaksi pada keadaan tertentu.
2.   Pembentukan  warna  larutan  yang  karakteristik,  biasanya  menggunakan pereaksi yang selektif dan spesifik.
3.   Pembentukan gas yang ditimbulkan dari reaksi dengan asam, basa atau pereaksi yang selektif.
Pengujian kualitatif menggunakan volume yang sedikit dan pengamatannya dilakukan dengan latar belakang tempat berwarna putih.
Penggolongan anion berdasarkan sifat reaksi yaitu sebagai pengoksidasi dan pereduksi. Sedangkan untuk penggolongan  kation berdasarkan hasil reaksi dengan pereaksi tertentu, dengan demikian kation dapat digolongkan sebagai berikut:
1.   Golongan  klorida,  yakni  kation-kation  yang  akan  membentuk  endapan dengan pereaksi klorida: Ag, Pb, Hg
2.   Golongan sulfide, yakni pembentukan garam sulfida yang tidak larut atau sedikit larut dalam asam atau air, oleh kation-kation: Hg, Pb, Cu, Cd, Bi, As, Sb, Sn



3.   Golongan  hidroksida,  yakni  kation-kation  yang  membentuk  hidroksida yang sukar larut dalam air: Fe, Al, Cr, Mn
4.   Golongan  sulfida  dalam  suasana  netral  atau  basa,  yakni  pembentukan garam sulfide dalam suasana netral atau basa: Ni, Co, Mn, Zn
5.   Golongan sisa, yakni kation-kation yang tidak mengendap dengan pereaksi karbonat: NH4+, K+, Na+